Rabu, 22 Juli 2009

Pembelajaran Menulis

Salah satu aspek dalam pelajaran Bahasa Indonesia adalah menulis. Aspek lain adalah mendengarkan, berbicara, dan membaca. Pada kesempatan ini saya ingin mengajak Anda mencoba mencari cara bagaimana sebaiknya membelajarkan siswa menulis. Menulis yang saya maksud disini adalah menulis dalam pengertian mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan, khususnya menulis deskripsi. Jadi, bukan menulis dalam pengertian belajar menuliskan lambang-lambang huruf sebagaimana dibelajarkan pada kelas-kelas awal.
Pelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar baik komunikasi secara lisan maupun secara tertulis. Kecuali itu pelajaran Bahasa Indonesia juga diarahkan untuk menumbuhkan apresiasi peserta didik terhadap karya kesastraan Indonesia.
Mulai kelas tiga semester satu, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia harus sudah dibelajarkan kepada siswa kemampuan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk paragraph dan puisi. Untuk melatih mereka mengungkapkan pikiran dan perasaan, tidak bisa begitu saja mereka diminta menuliskan apa yang mereka pikirkan atau rasakan tentang sesuatu hal atau kejadian. Tentu akan sangat sulit. Mereka masih perlu dibantu untuk mengemukakan apa yang dipikirkan dan rasakan, misalnya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memudahkan mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan.
Berdasarkan pengamatan, masih banyak guru yang kurang mengalami kesulitan dalam membelajarkan kemampuan menulis pada murid-muridnya. Sebagian besar yang dari mereka karena kurang memiliki kemampuan yang baik dalam memilih strategi dan kurang berpengalaman secara pribadi dalam hal menulis.
Salah satu kemampuan menulis yang harus dibelajarkan kepada siswa adalah kemampuan menulis deskripsi (mendeskripsi). Deskripsi secara etimologi berasal dari kata description (Bhs. Inggris) yang berarti – gambaran, atau uraian. Menulis deskripsi dapat diartikan menggambarkan atau menguraikan sesuatu benda atau peristiwa dalam bentuk tulisan. Kemampuan mendeskripsi sangat penting untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan atau menginformasikan apa yang terjadi, dilihat atau dialami. Salah satu cara membelajarkan mendeskripsikan benda yang menurut saya cukup mudah dilakukan oleh guru, adalah sebagai berikut.
Kita menyediakan dua buah botol (dapat diganti benda lain) yang bentuk, bahan dan warnanya berbeda. Botol yang berwarna bening berbentuk pipih dan yang warnanya hijau berbentuk bulat (silindar). Yang bening diisi pasir, sedangkan yang hijau diisi cairan berwarna biru. Selanjutnya kita letakkan keduanya di atas meja dan mintalah para siswa mengamati dengan baik. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan pembelajaran, kita mengajukan beberapa pertanyaan lisan sebagai berikut:
1. Ada apa di atas meja?
2. Ada berapa buah?
3. Bagaimana bentuknya?
4. Apakah terbuat dari bahan yang sama?
5. Apakah warnanya sama?
6. Apakah ada isinya?
Pertanyaan tersebut tidak diurut secara acak tetapi diurut sedemikian rupa sehingga pertanyaan berikutnya berfungsi melengkapi (oermintaan informasi) pertanyaan sebelumnya. Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan tersebut harus diurut mulai dari yang lebih umum menuju yang lebih khusus. Dengan demikian, pertanyaan pertama menjadi pertanyaan kunci dan bersifat paling umum. Oleh karena itu pertanyaan pertama harus disusun sehingga membuka peluang kepada siswa menjawab pertanyaan tersebut dengan banyak jawaban yang akan mampu memberikan jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan berikutnya.
Mengapa kita harus mengajukan pertanyaan? Bertanya pada dasarnya adalah meminta informasi. Dalam hal pertanyaan-pertanyaan di atas yang diajukan guru kepada para siswa adalah informasi (yang berupa deskripsi/gambaran) tentang apa yang dilihat. Semakin banyak pertanyaan yang kita ajukan semakin banyak informasi yang kita dapati.
Di atas telah saya sebutkan bahwa pertanyaan pertama merupakan pertanyaan kunci. Mengapa demikian? Karena pertanyaan pertama bersifat paling umum, maka memungkinkan jawaban pertanyaan pertama itu juga memuat jawaban untuk pertanyaan kedua, ketiga dan seterusnya. Siswa dengan kemampuan mendeskripsi kurang baik cenderung menjawab dengan satu jawaban saja. Sehingga tidak mungkin memuat jawaban pertanyaan nomor berikutnya. Siswa dengan kemampuan deskripsi rendah, akan menjawab pertanyaan pertama dengan kata ‘Botol’, begitu saja, atau ‘ Dua buah botol’.
Berbeda dengan siswa yang memiliki kemampuan mendeskripsi baik jawaban atas pertanyaan pertama akan mengandung semua jawaban pertanyaan lain meskipun belum dikemukakan oleh guru. Jawaban tersebut kurang lebih begini: “Ada dua buah botol di atas meja. Kedua botol itu bentuknya berbeda. Yang satu pipih, berwarna bening dan terbuat dari kaca. Yang satunya lagi berwarna hijau, tembus cahaya dan terbuat dari plastik. Kedua botol tersebut ada isinya, tetapi isinya berbeda. Yang bening berisi pasir dan yang hijau dan berbentuk tabung berisi cairan”.
Jawaban kedua jelas lebih baik daripada jawaban yang pertama. Mengapa? Karena jawaban kedua lebih lengkap dan menunjukkan kecermatan siswa mengamati. Kecuali itu ia menunjukkan kemampuannya merangkai kata dan kalimat sehingga terbentuk sebuah informasi yang jelas. Berbeda dengan jawaban pertama, contoh jawaban tersebut belum jelas karena kita masih harus menanyakan hal-hal lain yang kita butuhkan informasinya, warnanya, bentuknya, dan lain-lain.
Latihan menulis deskripsi tidak hanya terbatas pada kemampuan mendeskripsikan benda dalam bentuk nyata, tetapi juga dapat mendeskripsikan benda dalam bentuk gambar, peristiwa sesungguhnya atau dalam bentuk VCD atau film. Tekankan pengertian kepada siswa bahwa mendeskripsi sama dengan memberikan informasi (biasanya lebih sering disebut menceritakan) sesuatu yang dilihat. Oleh karena itu, menulis deskripsi harus lengkap, sehingga orang yang membaca deskripsi yang kita buat tidak perlu lagi menanyakan sesuatu karena semua sudah tergambar lengkap dan jelas. ***
Selamat mencoba.

Jumat, 17 Juli 2009

Membiasakan Diri Berfikir Positif

Pikiran positif datang dari kepercayaan, pikiran negatif datang dari keragu-raguan; rasa takut yang benar adalah rasa takut yang digabungkan dengan harapan, karena lahir dari kepercayaan; sementara rasa takut yang salah digabungkan dengan keputusasaan……”(Blaisse Pascal).

Pikiran positif diyakini oleh para ahli psikologi sebagai pikiran yang dapat membangun dan memperkuat kepribadian atau karakter. Dengan pikiran positif kita bisa menjadi pribadi yang matang, lebih berani menghadapi tantangan, dan mampu melakukan hal-hal yang hebat yang selama ini (mungkin) belum bisa kita lakukan. Berpikir positif tidak akan pernah menghentikan kita karena keterbatasan dan kelemahan kita. Pikiran positif justru akan mendorong kita untuk terus berjuang menemukan cara-cara untuk mengurangi kelemahan kita dengan gagasan-gagasan baru yang kreatif. Dengan kata lain, pikiran positif akan mendorong kita melakukan tindakan-tindakan ‘baru’ yang positif.
Orang yang berpikiran positif memiliki rasa percaya diri lebih besar dibanding orang yang berpikiran negatif. Pikiran positif akan menumbuhkan optimisme dan optimisme akan menumbuhkan semangat. Dalam tulisan ini saya ingin menunjukkan contoh pikiran positif misalnya; jika kita mendapat suatu tugas dan kita berpikir dapat melakukan tugas tersebut, maka yang akan tumbuh dalam pikiran kita adalah keyakinan bahwa kita bisa. Bukan tidak mungkin bersamaan dengan itu muncul pula keragu-raguan, tetapi jika kita menguatkan pikiran positif maka kita akan dibawa oleh alam pikiran kita untuk mencari cara mengatasi keragu-raguan tersebut. Agar kita dapat menumbuhkan pikiran positif dengan baik kita perlu terus-menerus berlatih berpikir positif. Cobalah kita tanyakan pada diri kita; “Apakah kita mendapatkan manfaat dari berpikir negatif? Apakah kita akan memikirkan sesuatu yang sebenarnya akan menghambat kita untuk melakukan hal-hal yang hebat?” Saya yakin, Anda semua tahu jawabnya.
Orang yang berpikir positif akan selalu memiliki harapan. Dan itu akan menumbuhkan semangat untuk meraih tujuan yang diinginkannya. Orang yang berpikiran positif selalu bekerja lebih bersemangat daripada yang berpikiran negatif.
Sebagai guru, memiliki kebiasaan berpikir positif sangat penting. Salah satu tugas guru adalah menumbuhkan motivasi belajar bagi anak didik. Memotivasi berarti menumbuhkan harapan yang besar dalam diri anak didik. Mereka kita beri harapan yang dapat menumbuhkan semangat belajar. Semangat belajar seseorang sangat mempengaruhi keberhasilan belajarnya. Tanpa adanya semangat belajar mustahil seseorang akan berhasil dengan baik dalam belajar. Guru yang memiliki kebiasaan berpikir positif akan lebih berhasil dalam tugasnya daripada yang berpikiran negatif.
Bagaimana logikanya? Guru yang biasa berpikir positif memiliki harapan yang besar terhadap keberhasilan anak didiknya. Harapan yang ada dihatinya akan mendorongnya lebih optimis dalam melaksanakan proses pembelajaran dan optimism itu akan menumbuhkan semangat berkreasi untuk menciptakan gagasan-gagasan baru (inovasi) sehingga pembelajaran tidak lagi monoton dan membosankan. Ia juga akan selalu memberikan kesempatan kepada anak didiknya untuk lebih berani mengemukakan pendapat, bertanya, bahkan mungkin menolak apa yang dikemukakannya. Pemberian kesempatan yang demikian ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang guru yang selalu diliputi pikiran negatif. Guru yang berpikiran negatif cenderung menganggap dirinyalah satu-satunya sumber yang harus diikuti dan ditaati. Ia menjadi sangat dominan sehingga akan menghambat tumbuhnya keberanian dan kreatifitas anak didiknya. Guru yang senantiasa berpikiran negatif pola pikirnya pun menjadi primitif sehingga susah diajak maju. Ia selalu meyakini bahwa pendapatnya yang paling benar, selalu menutup diri dari segala informasi tentang perkembangan pengetahuan dan teknologi pembelajaran yang menjadi bidang tugasnya. Tanpa disadari mereka telah menjadikan dirinya terbelenggu dalam ketertinggalan.
Apa manfaat berpikiran positif?
Manfaat paling erat kaitanya dari kebiasaan berpikir positif adalah terhindar dari mudahnya seseorang berpikiran negatif yang cenderung mendorong menjerumuskan sesorang dalam kebiasaan berprasangka buruk.
Saya akan menunjukkan ilustrasi dari kejadian yang menggambarkan sebuah prasangka buruk. Pada sebuah rapat yang diikuti oleh semua kepala sekolah ada seorang diantaranya tertidur pulas. Mengetahui hal ini pimpinan rapat tersinggung dan berdiri seraya menghardik. “Bangunkan orang itu dan suruh ia keluar!” sambil menunjuk ke peserta rapat yang diyakini tertidur. Semua peserta yang lain menoleh kepada orang yang dimaksud dan memandangnya dengan sinis. Menyadari dirinya menjadi pusat perhatian, orang tersebut mendongakkan kepala dan mencoba menjelaskan dengan suara lirih. “Maaf Pak, saya tidak tertidur. Saya mendengarkan semua yang bapak utarakan”. Dengan muka pucat pasi dan bibir bergetar ia kemudian melanjutkan. “Sebenarnya, hari ini saya seharusnya dirawat di rumah sakit, tetapi karena rapat ini sangat penting maka saya memaksakan diri untuk hadir….” seraya melangkah maju menunjukkan surat keterangan dokter kepada pimpinan rapat. Mendengar jawaban tersebut peserta rapat yang semula sinis menjadi terharu dan iba. Begitulah prasangka buruk sangat mudah mempengaruhi orang merendahkan orang lain dan melahirkan sikap buruk. Prasangka buruk juga dapat menjadi cikal-bakal fitnah. Dan kita semua tahu fitnah adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Banyak orang sepakat dengan perumpamaan ‘fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan’.
“ Hai orang-orang yang beriman! Janganlah terlalu banyak sangka menyangka, sungguh sebagian persangkaan adalah dosa. Janganlah saling memata-matai, dan janganlah saling memfitnah…” Q.S. 49 - Al Hujuraat, ayat 12.
Apakah kita mendapatkan manfaat dari berpikir negatif?
Jika kegagalan dalam mencapai cita-cita atau keinginan adalah sebuah tujuan, maka berpikir negatif adalah langkah awal yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pertanyaannya adalah, apa ada orang yang menginginkan cita-citanya gagal? Dengan demikian berpikir negatif tidak pernah ada manfaatnya. Jadi, kita tidak perlu ragu-ragu untuk terus menerus membiasakan diri berpikiran positif. Kita harus yakin akan kemampuan kita. Harga diri yang kita miliki harus mampu membuat kita selalu berpikir dan bersikap positif. Sebagai seorang pendidik tidak pantas menjadikan “membuat alasan” sebagai kebiasaan kita. Sikap seperti ini tidak akan bisa membuat kita menjadi pemenang dalam kehidupan ini. Kita seharusnya tidak puas jika hanya sebatas pada memiliki apa yang dimiliki orang lain, tetapi kita harus mampu memiliki apa yang tidak bisa dimiliki orang lain.
Saya ingin menyajikan sebuah contoh kegagalan yang merupakan akibat berpikir negative dari seorang sastrawan Amerika yang terkenal dengan karyanya ‘The Legend of Sleepy Hollow’, Washington Irving. Dalam sebuah acara perjamuan makan malam untuk menyambut kedatangan Charles Dickens, Irving ditunjuk menjadi pemimpin perjamuan tersebut. Namun Irving menolak karena ia merasa bimbang dan tidak yakin mampu melaksanakan tugas tersebut. Meskipun pada akhirnya Irving menerima tugas itu, tetapi ia selalu mengatakan bahwa ia takut jika dirinya akan gagal.
Saat acara malam perjamuan itu tiba, Irving mampu membuat pembukaan yang bagus dan sangat simpatik, tetapi tiba-tiba saja ia berhenti dan menutup pembicaraannya. Sejenak semua yang hadir tertegun dan terhenyak, tidak menyangka Irving akan menutup pidatonya sedemikian cepat. Setelah kembali ke tempat duduknya ia berbisik pada teman di sebelahnya, “Sudah saya katakan, saya pasti gagal… dan itu baru saja terjadi!” dengan nada protes.
Kegagalan Irving sebenarnya adalah jawaban atas keragu-raguan dan ketidakyakinan atas kemampuannya. Cara berpikir Irving adalah alasan mengapa ia gagal. Jika saja ia tidak berpikir akan gagal, maka kegagalan tersebut tidak akan terjadi. Betapa banyak kegagalan terjadi karena diawali dengan pikiran negatif.
Kegagalan anak didik kita dalam berbagai lomba mungkin saja karena berawal dari kita berpikir negatif, berawal dari pikiran negatif dimana kita sudah meyakini bahwa anak kita tidak akan mampu bersaing dengan siswa dari sekolah lain. Karena kita sudah yakin tidak akan menang, maka motivasi dan ambisi kita menjadi lumpuh, kemauan menjadi lemah dan semangat membina pun menjadi pudar. Oleh karena itu, mari kita bangun berpikir positif dengan hanya melihat yang terbaik dalam diri kita dan orang lain, serta percaya bahwa kita akan mampu melakukan hal-hal yang besar dan hebat.
Semoga bermanfaat.

Links